Rabu, 24 Maret 2010

Anak Punk pun Bisa Patah Hati


Anak punk ternyata tidak kebal dengan yang namanya patah hati. Maka Arok (Vino G Bastian) pun nekad hendak bunuh diri dari atap gedung Departemen Agama di Malang.

Muasal Arok ingin bunuh diri klise. Maia (Girindra Kara), kekasihnya bakal menikah dengan cowok Jakarta bernama Andra. Untung teman-teman satu geng Arok yaitu Yoji (Andhika Pratama), Almira (Aulia Sarah), dan Mojo (Yogi Finanda) berhasil meyakinkan Arok untuk membatalkan niatnya. Cukup dengan satu kalimat sakti, “Kalo berani bunuh diri, kenapa nggak berani menyatakan cinta?”

Bermodal duit alakadarnya, empat sekawan ini lalu nekad berangkat ke Jakarta dengan misi menggagalkan pernikahan Maia-Andra. Berbagai rintangan mereka lalui termasuk nyasar ke Bromo, terjebak banjir di Semarang, mendadak sakit di Cirebon, sampai digebuki preman di Jakarta. Semua halangan ini bukannya membuat mereka patah semangat, tapi malah bikin persahabatan mereka makin erat.

Punk In Love memang bukan film tentang anak punk. Bukan juga film tentang cinta. Film garapan sutradara Ody C Harahap ini adalah film tentang persahabatan. Cuma kebetulan empat sekawan ini berdandan ala anak punk. Buktinya, meski suka musik punk, salah satu dari mereka diam-diam juga suka dangdut.

Cuma ada beberapa adegan yang mengisyaratkan ke-punk-an para tokoh utama, misalnya sebatas celetukan-celetukan seperti, “Anak punk kok pake baju basket?” dan satu adegan saat mereka tiba-tiba membahas filosofi punk. Sisanya, jalinan cerita yang mudah ditebak, berisi penuh adegan slapstick dan kelakar yang malah tidak lucu.

Beberapa adegan memang sukses memancing tawa. Terutama adegan-adegan yang melibatkan tokoh Mojo. Tapi ini lebih disebabkan akting Yogi Finanda yang paling maksimal dibandingkan aktor-aktor lain di film ini. Keseriusan dan kelucuan yang dibawakan Yogi Firnanda sangat pas dan natural.

Andhika Pratama juga main cukup bagus, apalagi karena dia satu-satunya aktor yang fasih berbahasa Jawa. Tapi rasanya agak aneh melihat anak punk berambut jigrak tapi berwajah indo. Yang agak kurang malah Vino G Bastian. Sebagai aktor yang ‘paling beken’ yang dipajang di poster film, aktingnya malah terkesan berlebihan.

Yang tak kalah menarik, dalam film produksi MVP Pictures ini penonton akan banyak disuguhi subtitle. Pasalnya, nyaris dalam separuh film tokoh-tokohnya bicara dalam bahasa Jawa

antara cinta dan realita punk rock jalanan

Antara Cinta dan Realita = Punk Rock Jalanan


Filed Under info |

Lagu Punk Rock Jalanan mengisahkan sebuah keteguhan seorang anak yang mempunyai cinta yang kuat walaupun ia merasa berbeda status sosial dengan kekasihnya. Lagu tersebut tertuang dengan tulus berdasarkan pengalaman dan bahasa khas anak jalanan yang identik dengan kaum Punk Rock. Namun ternyata cinta yang tulus itu harus berakhir dengan kesedihan berupa penduaan cinta yang dialami tokoh yang tergambarkan dalam lagu Punk Rock Jalanan tersebut. Ku tunggu kau ku tunggu, ku nanti kau ku nanti, waLau sampai akhir hayat ini adalah sebagian lirik dari Punk Rock Jalanan yang sangat ku suka. Bagi yang ingin download silahkan searching di google atau di youtube. Kisah yang ada dalam lagu ini begitu mengharukan dan banyak contohnya dalam realita( termasuk para anggota IMMI) hehehe.

Apakah lagu ini juga akan menjadi fenomena seperti lagu “gaby” ?. Mungkin juga setelah lagu ini populer, banyak orang yang mengaku sebagai pengarang dan lain sebgainya. Semoga saja tidak ada hoax di kemudian hari.

Lagu yang sederhana ini sudah merebak di dunia maya. Padahal jika kita mendengarkan lagu tersebut, akan nampak sekali bahwa lagu tersebut sepertinya tidak direkam didalam sebuah studio Musik. Alat rekam seadanya dengan iringan alat musik seadanya tergambarkan dengan sangat jelas jika kita mendengarkan lagu favorit ini. Namun dibalik fenomena ini muncul sebuah gambaran yang indah bahwa kaum Punk Rock Jalanan yang seringkali di identikkan dengan kejahatan, Narkoba, dan hal negatif lainnya ternyata mempunyai sisi Melow dibalik penampilan urakannya. Kaum yang seringkali terpinggirkan oleh masyrakat ini menggambarkan bahwa cinta adalah sebuah hal yang universal dan bisa dialami oleh siapa saja.

Berikut adalah lirik lagu nya :

sungguhku menyesal
telah mengenal dia
dan aku kecewa
tlah menyayanginya
dan aku tak akan
mengulang kedua kalinya…

kusimpan rindu dihati
gelisah tak menentu
berawal dari, kita bertemu
kau akan kujaga

kuingin engkau mengerti
betapa kau ku cinta
hanya padamu aku bersumpah
kau akan kujaga sampai mati

kuingin tau siapa namamu
dan kuingin tau dimana rumahmu
walau sampai akhir hayat ini…

jalan hidup kita berbeda
aku hanyalah punk rock jalanan
yang tak punya harta berlimpah
untuk dirimu sayang…

*
kutunggu kau kutunggu
kunanti kau kunanti
walau sampai akhir hayat ini (2x)

kukira kau setia padaku
ternyata kau menduakanku
diriku akhirnya tak menduga…

kukesal kini kualami
perjalanan cinta selama dulu
kukira kau bosan padaku…
ternyata kau menduakanku..

dulu kau berjanji
akan sehidup semati..(itu gombal)

dan aku kecewa telah menyayanginya
dan aku tak akan mengulang kedua kalinya…

kusimpan rindu dihati
gelisah tak menentu
berawal dari kita bertemu
kau akan ku jaga (sampai mati)

kuingin engkau mengerti
betapa kau kucinta
hanya padamu aku bersumpah
kau akan kujaga selamanya.

kuingin tau siapa yg menyayangimu
dan kuingin tau ku menyayangimu
walau sampai akhir hayat ini…

jalan hidup kita berbeda
aku hanyalah punk rock jalanan
yang tak punya mobil mewah
tuk dirimu sayang

Cerita Anak Punk di Bungo


Jambi Barat
Ditulis oleh Dwy Setiowate, Muarabungo/rib

Menumpang Truk, Pilih Mengamen

Anak-anak punk yang sempat datang ke Muarabungo, beberapa waktu lalu, kini telah dikembalikan ke daerah mereka masing-masing. Namun mereka meninggalkan sedikit cerita. Tidak semua memilih hidup sebagai pengamen dan lari dari rumah. Berikut wawancara singkat dengan anak-anak punk itu.

Di lantai dua sebuah kios di Pasar Atas, tinggal belasan anak punk yang kebanyakan dari luar Bungo. Keberadaan mereka sejak akhir Desember lalu. Itu pun tanpa izin orangtua masing-masing.

Mereka adalah Rahman Hidayat dari Pekanbaru, Akmal dari Bukittinggi, Alan Maulana dari Jambi, Andika Putra dari Medan, Rian dari Bungo, Ucil dari Medan, Yogi Saputra dari Lampung. Lalu Al dari Pasar Sawahan, Ahmad dari Medan, Robi dari Bungo, Rocy (Tuak) dari Medan, Bayu Gupinda dari Bukittinggi, Ibrahim dari Sarolangun, Juwita Rosmala dari Pekanbaru, dan Suci Permata dari Pariaman. Rata-rata usia mereka 10-17 tahun.

Ada yang mengaku tidak lagi mendapat perhatian dari keluarga. Ada pula yang keluarganya berkecukupan, namun tidak ingin terkekang aturan di rumah. “Keluarga kami di Jambi. Keluarga masih cukuplah. Tapi kami cuma disuruh makan tidur. Padahal kami tidak suka diatur-atur,” aku Toni (16) yang mengaku orangtuanya merupakan PNS di Jambi.

Toni menambahkan, ia tidak diperkenankan keluarganya untuk bekerja menjadi tukang ojek. Peraturan di keluarganya itu dianggap sebagai pengekangan untuknya yang berkeinginan mendapatkan uang dari keringat sendiri.

Anak lainnya, Juwita Rosmala (15), mengaku tidak lagi memiliki keluarga utuh. Kedua orangtuanya telah tiada. Oleh karena itu, ia merasa harus menanggung hidupnya sendiri.

Wita selanjutnya keluar dari rumahnya dan bertualang hingga di Bungo. Wita datang ke Bungo menumpang truk. “Ya, yang penting pintar-pintar jaga diri. Kalau kitanya seperti mengundang untuk diganggu, pasti mereka akan mengganggu,” katanya.

Sepenuturan polos anak-anak punk yang mengamen itu, mereka merasa berada di jalanan bisa lebih bebas dan tidak terkekang dari keluarga. Bahkan ada pelajaran yang dapat diambil dari kehidupan. Rasa kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial dan solidaritasi mereka cukup tinggi.

Itu dapat dilihat dari kepedulian satu sama lain. “Bila sehari terkumpul uang Rp 100 ribu, akan kami bagi-bagi, sehingga semua teman-teman bisa makan semua,” ungkap Toni.

Pengamen itu rata-rata merupakan anak-anak putus sekolah. Padahal keluarga mereka ada yang masih mampu membiayai.(*/rib)




Mengenal Komunitas Punk Banjarbaru dari Dekat (1)
Menentang Fesyen, Menciptakan Fesyen
Dewi Setya Amalia, Banjarbaru

Sangar! Itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan penampilan anak-anak punk alias punkers. Bolehlah penampilan mereka ekstrim jika dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan. Pilihan berpakaian yang konon menggambarkan idealisme mereka pada aliran musik yang mereka yakini.

WAKTU itu masih belum terlalu malam, baru pukul 21.00 wita. Lapangan Murjani, Taman Air Mancur Banjarbaru dan Taman Van Der Vield masih ramai dengan pasangan muda-mudi juga keluarga-keluarga yang bersantai.

Seorang ayah dan putranya yang berusia 3 tahun dalam gandengannya berjalan melewati kami yang duduk lesehan di atas troatar Ahmad Yani di tepi Taman Van Der Vield. Sambil terus berjalan, baik ayah maupun anaknya tampak terpaku memandangi kami. Mencermati dandanan para punkers yang memang sangar. Mengenakan jaket lusuh penuh emblem, sepatu boots Doc Mart, celana panjang ketat, spike (gelang berjeruji, red) di tangan, kalung rantai, anting-anting di telinga dan alis, lengkap rambut tajamnya yang bergaya mohawk (baca-mohak) memang membuat punkers terkesan garang.

"Sudah biasa kok kami dipandangi seperti itu. Tapi kami sudah tidak peduli lagi," ujar Sinyo, salah seorang punkers yang lantas diamini oleh kawan-kawannya dalam komunitas punk Banjarbaru.

Mulanya, Sinyo mengaku kurang pede dengan penampilan barunya. Apalagi karena ibunya seperti tidak pernah bosan mempertanyakan gaya berpakaian yang menjadi pilihannya. Tapi, perasaan itu segera berganti ketika sudah berkumpul dengan teman-temannya dari komunitas punk. Menjadi percaya diri karena ada teman-teman yang selalu menyatakan bahwa penampilannya keren.

Punk, sebenarnya merupakan salah satu aliran musik dalam keseluruhan aliran musik underground yang beragam. Seperti juga aliran musik lainnya, musik punk punya komunitas sendiri yang kemudian mengkhaskan dirinya dengan penampilan punk.

Namun dibandingkan pengikut aliran underground lainnya, dandanan punkers mungkin yang paling ekstrim.

"Kami pun salut sama anak-anak punk yang berani ekstrim," kata Jevy, pecinta aliran deathcord underground yang melewati malam bersama kami.

Dibandingkan punkers, gaya berpakaian Jevy dan teman-teman ngebandnya sedikit lebih "rapi". Tubuh mereka hanya dibungkus kaos hitam, celana tiga perempat atau pun jeans belel. Tak ketinggalan rantai panjang yang bergelantungan di kanan pahanya. Lebih rapi memang, karena sekarang tak jarang kita menemui anak muda dengan penampilan yang sama berkeliaran di mana-mana. Walaupun belum tentu mereka ngeh dengan musik bawah tanah ini.

Kenyataannya memang demikian, gaya berpakaian mereka memang banyak ditiru saat ini. Bahkan baju kaos khas yang dikenakan biasanya bergambar sangar atau bertuliskan kata-kata berkarakter gothic dan bold itu sekarang banyak tiruannya. Aslinya, kaos undergound itu dibuat dalam edisi terbatas karena memang tidak diniatkan untuk industri. Tapi seperti nasibnya mirip dengan CD dan kaset yang merekam lagu underground, kaos inipun ikut-ikutan dibajak.

Kalau melihat sejarahnya, gaya berpakaian mereka sendiri merupakan ekspresi untuk menentang gaya berpakaian yang dipengaruhi kemapanan dunia fesyen. Tapi entah kenapa, gaya berpakaian yang menentang fesyen itu malah ditiru dan malah menjadi fesyen. (bersambung)

punk sebuah fenomena sosial

Punk : Sebuah Fenomena Sosial?

Mungkin sudah banyak kawan kawan bloger yang sudah mempostingkan tentang keberadaan Punk itu sendiri. Disini saya akan kembali mengutarakan punk dalam sudut pandang saya.

Punk merupakan sebuah culture urban yang lahir dan berkembang di awal tahun 1960 - 1970 an. Dimana banyak musisi musisi jalanan yang muak terhadap industry music yang pada saat itu terkenal dengan era era Rock seperti The Beattles, Elvis Presley. Kemudian Punk berkembang antara tahun 1974 dan 1976 di Amerika, Inggris dan Australia. Band seperti Ramones yang lahir di New York sedangkan Sex Pistols dan The Clash di London. Yang terbentuk seperti sebuah barisan tentara dalam pergerakan music baru. Pada awal 1977, Punk menyebar ke seluruh dunia. Band punk yang cenderung menciptakan lirik lirik yang bertemakan social dan politik di negaranya masing masing maupun keadaan politik di dunia.

Secara ideologis, Punk cenderung menganut paham anarkis.
Dilihat dari etimologi, kata anarki adalah sebuah kata serapan dari anarchy (bahasa inggris) dan anarchie (Belanda/Jerman/), yang juga mengambil dari kata Yunani anarchos/anarchia. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/ archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan. Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Adapun statement yang melatarbelakanginya ialah “Semua pemerintahan tidaklah diinginkan dan tidak perlu, tidak ada pelayanan yang dapat disediakan pemerintahan yang tidak dapat disediakan oleh suatu komunitas secara swadaya. Kita tidak perlu disuruh - suruh melakukan sesuatu atau diberitahu bagaimana menghidupi hidup kita apalagi dibebani oleh pajak, aturan, regulasi - regulasi serta tuntutan - tuntutan akan hasil kerja kita” (Profane Existance (PE)#5,Agustus 1990 hal 38,Ayf). Hal tersebut bukan tanpa alasan di mana rakyat dicekoki dengan para pelacur politik yang menjual janji tanpa implementasi yang terbukti secara maksimal. Hal perlu ditekankan di sini ialah kecenderungan, jadi tidak semua Punkers menganut paham ini. Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself).

Punkers yang memiliki style tersendiri seperti pada umumnya rambut Mohawk ala India, celana dan jaket penuh emblem, yang menyimbolkan sebuah bentuk perlawanan terhadap pemerintahan yang glamour. Punk secara tidak langsung menciptakan sebuah trend fashion tersendiri atau lebih tepatnya trend fashion yang melawan trend fashion yang ada.
Music sejatinya adalah sebuah media penyampaian atau penghubung antara si musisi dengan audience. Punk sendiri sekarang memiliki sub sub yang music yang telah beranak pinang. Mungkin hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman dan karakter music itu sendiri.
Deretan kalimat yang terbentuk di atas adalah sebuah ringkasan sejarah Punk di dunia (umumnya).

Bagaimana Punk di Indonesia?
Indonesia sebagai negara besar menerima culture Punk, hal ini dilandasi dengan berkembangnya Punk di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Malang dan kota-kota lainnya di Pulau Jawa. Berbekal dengan konsep DIY (do it yourself). Banyak band Punker yang mendirikan label rekaman music sendiri untuk menaungi band band yang satu aliran / genre dan mendistribusikannya ke pasaran secara indiependent. Tidak hanya mendistribusikan music saja yang secara mandiri, punk juga mendistribusikan merchandise-merchandise mereka secara struggling. Punker menciptakan lahan pekerjaan tersendiri. Struggle 4 life.

Setelah saya mengamati scene-scene Punk khususnya di Bandung. Saya melihat pergerakan punk di Bandung mengalami pergerakan yang dinamis. Sekitar tahun 1990an dimana secara rutin para Punker mengadakan konser ataupun festival-festival music, keberadaan punk cukup menyedot perhatian / antusiasme pecinta punker itu sendiri. Ideologi DIY (do it yourself) adalah satu hal yang membuat saya interest terhadap punk. Mereka berjuang melalui music ataupun fanzine fanzine yang menyuarakan aspirasi yang merupakan perlawanan terhadap pemerintah. Masyarakat selalu memandang sebelah mata Punk, mereka menjudge punk hanya melihat dari style yang mencolok saja. Namun di balik semua itu punk memiliki sebuah kreatifitas tersendiri.

Tidak menutup kemungkinan bahwa punk dekat dengan alcohol, walaupun tidak semua punker adalah alkoholik.
Hal tersebut merupakan boomerang tersendiri terhadap Punk, Indonesia masih menganut faham keagamaan yang lekat dan ke-timur-an. Dimana norma norma masih diterapkan dalam sendi sendi sosial. Mungkin jika dalam sesama komunitas punk tidaklah terlalu masalah, tapi jika berinteraksi dengan komunitas lain, contohnya masyarakat? Bukankah manusia itu sendiri adalah mahkluk sosial?
Bukankah dalam interaksi sosial yang harmonis membutuhkan sebuah timbal balik yang kondusif? (Timbal balik disini bukan tertuju pada bentuk materiil).

Punk secara keseluruhan adalah bentuk sebuah perlawanan terhadap penindasan. Namun di satu sisi ada beberapa gelintir punker yang hanya berpenampilan punk dengan jiwa “premanisme”nya. Dengan serta merta mengaku punk dan menindas komunitas lainnya. Realita ini memang terjadi dan sangat saya sesalkan dari punk itu sendiri. Perihal ini mengimplementasikan, bagaimana jika anda disudutkan pada sebuah kondisi dimana anda menjadi victim tindak “premanisme” oknum Punk, mungkin kita akan menggeneralisasikan bahwa punk adalah komunitas “preman”. Bukankah tidak sejalan, di satu pihak punker lain menyuarakan perlawanan terhadap sebuah system yang menindas, tapi di satu pihak lainnya “oknum” punker lainnya menindas. Ironis memang, namun inilah fakta yang terjadi.

Memang setiap paham memiliki sudut positif dan negative tersendiri. At last but not least, penilaian tetap tergantung pada individu masing masing / kawan kawan bloger lain dalam menyikapinya.
Do It yourself.

Minggu, 21 Maret 2010

sejarah punk

sejarah komunitas punk


Oleh Fathun Karib, alumni jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, bekerja di perusahaan penerbitan Dian Rakyat

Pengantar Redaksi: esai ini merupakan hasil olahan dan ringkasan dari sebuah skripsi tentang komunitas punk di Jakarta yang diselesaikan oleh penulis di jurusan Sosiologi Universitas Indonesia pada tahun 2007. Catatan kaki dan berbagai referensi rujukan untuk keperluan pemuatan online ini tidak dimasukan. Esai panjang ini dipisahkan dan dimuat dalam empat seri. Tulisan ini adalah bagian 3 dari 4 tulisan

Dinamika dalam Periode Kedua Punk Jakarta

Runtuhnya dominasi kelompok Young Offender mendorong terjadinya desentralisasi kekuatan di komunitas Jakarta Punk. Konfigurasi aktor-aktor di komunitas punk mengalami perubahan mendasar. Dari setiap penjuru Jakarta bermunculan kelompok-kelompok tongkrongan punk mulai dari Subnormal, Sid Gank di Jakarta Timur dan Utara; Slumber, Neo Epileptions dan Meruya Barmy Army di daerah Jakarta Selatan, Swlindle Revolution di daerah Ciputat, Miracle di Ciledug, PLN di daerah Blok M. Kelompok-kelompok tongkrongan ini pada gilirannya melahirkan begitu banyak live band seperti Army Style, RGB, 142 Chaos, Pinocio, Kremlin, Sunquist, Error Crew, Out of Control, Spatistik, Sexy Pigs, Kaos Khaki dan masih banyak lagi.

Setelah acara GOR Bulungan di tahun 1995 yang saya bahas sebelumnya, intensitas interaksi diantara sesama individual semakin besar. Ari Idiots sebagai salah satu saksi dan pelaku sejarah menggambarkan proses tersebut pada saya begini:

”datang (ke acara) berdua besok-besoknya lagi loe bakal datang ke acara berenam-berdelapan, emang nggak bisa dipungkiri, acara-acara punk pada 95 dan seterusnya itu sampai 96, itu memancing semua orang untuk membuat suatu jalinan pertemanan, akhirnya, gua yang misalnya seorang individual datang ke acara punk begitu, besok-besoknya gua pasti sudah nggak individual lagi, pasti gua nongkrong dimana-mana. Jadi ibaratnya disitu benar-benar terjalin sebuah tali pertemanan, semua orang bisa bikin acara-acara kolektif, pada saat itu, berdasarkan gank-gank aja, anak SS bikin acara, anak Slumber bikin acara, jadi berdasarkan tongkrongan-tongkrongan tersebut”

Hadirnya begitu banyak kelompok-tongkrongan ini dapat dilihat sebagai era lahirnya gank-gank di tengah komunitas punk. Salah satu faktor penting yang menyatukan individu-invidu di dalam kelompok-tongkrongan adalah faktor daerah. Individu-individu yang berasal dari daerah yang sama memiliki rute perjalanan pergi-pulang menuju tempat acara yang sama. Hal ini mendorong individu-individu tersebut saling kenal dan mempersatukan mereka. Namun, salah satu dampak negatif dari terbentuknya gank-gank atau kelompok-tongkrongan ini adalah sering terjadinya perkelahian. Perkelahian sering terjadi di setiap acara musik punk akibat adanya masalah-masalah interaksi dan kesalahpahaman yang memicu terjadinya konflik.

Seiring dengan bertambah banyaknya kelompok-tongkrongan di dalam komunitas punk Jakarta, media sosialisasi musik punk juga mengalami perubahan yang signifikan. Di akhir tahun 95/96, komunitas punk di Jakarta mulai mengenal medium musik melalui compact disc (CD). Duta Suara sebagai salah satu toko kaset klasik menyediakan CD-CD punk yang sebelumnya tidak ditemukan. Mereka yang tertarik mengkonsumsi CD biasanya berpatungan untuk mendapatkannya, dengan harga berkisar diantara 40-50 ribu.

Ada juga cara lain untuk mendapatkan produk-produk punk dari luar negeri, yaitu mail order. Mail Order ini bersifat tradisional dengan cara mengirim surat dengan berisikan uang pesanan yang dibungkus oleh kertas karbon. Melalui mail order dan katalog-katalog pemesanan dari record label musik punk luar negeri, komunitas punk Jakarta dapat menjangkau begitu banyak band punk yang tidak pernah terdengar di periode sebelumnya. Record label dan katalog-katalog tersebut merupakan sesuatu yang begitu eksklusif bagi komunitas punk.

Di dalam komunitas punk Jakarta tanpa disadari mulai terbentuk pembagian kerja, dimana terdapat individu-individu tertentu yang menjalankan proses mail order tersebut dan menjadi kolektor produk-produk band punk luar negeri. Keberadaan individu-individu ini memainkan peranan penting bagi perkembangan pengetahuan mengenai punk bagi komunitas punk Jakarta.

Melalui aktivitas mail order dan pencarian informasi mengenai punk luar negeri, pengetahuan mengenai dimensi politik dari musik punk pun terbentuk. Masuknya zine Profane Existence dari Amerika ke komunitas punk Jakarta memberikan pengetahuan mengenai pergerakan politik komunitas punk di luar negeri dengan ideologi anarkisme.

Setidaknya terdapat dua pengaruh penting setelah masuknya zine (majalah alternatif) ke tengah komunitas punk di Jakarta. Pertama, masuknya unsur-unsur politik ke dalam perkembangan sejarah komunitas punk Jakarta. Kedua, bertambahnya pengetahuan mengenai kebutuhan akan sebuah media komunikasi antar sesama punk di Jakarta. Media tersebut menjadi media informasi yang terlepas dari monopoli informasi institusi media kapitalistik, seperti majalah musik HAI. Komunitas punk Jakarta berusaha mempraktekkan kebutuhan baru di dalam komunikasi-informasi dengan membuat zine-zine punk.

Ari Idiots merupakan salah satu aktor yang tergerak untuk menciptakan media alternatif ini. Ia bercerita pada saya:

”era-era 97 itu ngedorong gua membuat sesuatu yang namanya zine, kalo gak salah gua juga dapat zine foto kopian yang namanya Sika Apara dari Finland, dari si Jamal awalnya pertama kali, ibaratnya zine yang bener-bener bentuknya kayak sampah yang potong tempel, kemana-mana, gila-gila-an, hitam dan pekat, kecil ukuran A5, itu ngedorong gua untuk wah keren juga nih bikin kayak gini, emang sebelumnya dari kontak-kontak-an, order-orderan itu juga gua ngejalanin…"

Selain masuknya informasi dan pengetahuan punk di luar negeri melalui mediated contact, pada saat yang bersamaan mulai terjalin hubungan direct contact dengan komunitas punk di luar negeri. Direct contact berjalan melalui hubungan interaksi surat-menyurat dengan cara tradisional menggunakan jasa kantor pos. Alamat-alamat band atau records label punk luar negeri di dapat melalui zine seperti Profane Existence tadi. Akhirnya, intensitas interaksi dengan punk luar negeri semakin bertambah dengan merebaknya internet di Indonesia.

Pada pertengahan tahun 1990-an aliran anarcho punk mulai masuk ke Indonesia. Band-band dari Skandinavia dibawah label Distortion Records dan label Amerika seperti Havoc Records memberikan warna dan dinamika baru di Jakarta. Musik hardcorepunk dan crusty mulai dimainkan oleh band-band anak punk di Jakarta. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa band-band membawakan lagu-lagu dengan lirik-lirik yang secara lebih eksplisit mengandung nilai-nilai ideologi anarkisme, seperti anti negara dan kapitalisme.

Lirik-lirik tersebut mulai dipahami oleh komunitas punk di Jakarta. Diantara mereka terjadi sebuah proses dimana diskusi mengenai politik dan ideologi-ideologi besar seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme, anarkisme dan yang lainnya semakin sering dilakukan. Akibatnya, orientasi komunitas punk bergeser, dari bentuk komunitas berdasarkan wilayah mengalami perubahan menjadi bentuk kolektif yang terfokus pada diskusi mengenai kondisi sosial-politik Indonesia. Kondisi sosial politik pra dan pasca reformasi 1998 juga memberikan pengaruh yang signifikan bagi berkembangnya wacana ideologi politik punk di Jakarta.

Masuknya Unsur Ekonomi-Politik Punk

Dinamika sejarah komunitas punk Jakarta tidak terlepas dari pengaruh kondisi struktural masyarakat Indonesia tempat mereka berada. Pengaruh kekuasaan ekonomi-politik di dalam perjalanan sejarah komunitas punk memberikan dampak bagi arah perubahan dan perkembangan komunitas ini. Ini dapat terlihat dari proses kooptasi, komodifikasi dan penyerapan kebudayaan oleh kapitalisme dengan perangkat institusinya seperti media.

Unsur-unsur politik memasuki komunitas punk di saat secara bersamaan perubahan internal dan perubahan eksternal bertemu dalam satu momen historis. Perubahan internal yang didorong oleh masuknya Profane Existence serta band-band aliran crust, hardcore punk dengan lirik-lirik politis mulai mengisi pengetahuan punk Jakarta. Ia juga bersinggungan dengan kondisi sosial politik di era akhir tahun 1997 menjelang masa kejatuhan Soeharto. Wacana anarkisme pun sebenarnya sudah hadir pada generasi pertama, misalnya melalui lagu ”Anarchy in the U.K.” oleh Sex Pistols. Namun adanya lagu-lagu dengan lirik-lirik politis di periode generasi pertama punk Jakarta belum dapat mendorong terbentuk kesadaran politik.

Selain masalah tongkrongan atau batas territorial, dalam studi antropologisnya Fransiska Titiwening (2001) juga membahas permasalahan masuknya dimensi politik di dalam kehidupan komunitas punk Jakarta. Kontestasi identitas punk antara punk politis vis-a-vis punk apolitis atau anarko punk vis-à-vis street punk merupakan bagian dari dinamika komunitas Jakarta punk pada periode 1995-2001. Menurut Fransiska Titiwening, anarko punk sebagai punk yang identik dengan pemikiran anarkis memiliki acuan batas identitas, dengan kriteria masuk dalam keanggotaan kelompok militan politik ketika itu Perhimpunan Rakyat Demokratik (PRD), ikut demo anti pemerintah, dan diskusi politik.

Sedangkan street punk adalah sebutan bagi punk yang sering nongkrong di pinggir jalan dan tempat keramaian. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, kadang berpindah tempat atau berkelana keluar kota.

Situasi politik yang memanas pada tahun 1998 membuat individu dalam komunitas punk merasakan relevansi di antara literatur politis punk dengan realitas politik Indonesia. Persentuhan punk dengan gerakan politik eksternal mulai terjadi disaat adanya individu-individu punk yang menjadi mahasiswa dan bergabung dengan gerakan mahasiswa di universitas tempat mereka belajar. Di luar kampus banyak individu atau kelompok tongkrongan punk yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok pergerakan masyarakat sipil seperti Pergerakan Kaum Miskin Kota, dan LSM-LSM lain yang bermunculan pada masa itu.

Pada saat yang bersamaan, kelompok politik kiri PRD melakukan rekrutmen politik kepada kelompok-kelompok punk di seluruh Indonesia. PRD dengan orientasi kader-kader politik anak muda melihat komunitas underground seperti komunitas metal, komunitas punk dan komunitas musik anak muda lainnya sebagai target rekrutmen. Teknik PRD ini memiliki kemiripan dengan British National Party atau National Front di Inggris yang menggunakan anak muda dan komunitas musik sebagai lahan pengkaderan partai politik.

Akhirnya, tanpa menyadari dirinya menjadi alat permainan politik, banyak individu atau kelompok punk yang menjadi underbow kelompok-kelompok politik. Pada periode-periode 1998-2001 banyak individu-kelompok punk ikut dalam demo-demo di jalan yang marak saat itu. Keterlibatan punk di tataran ini toh menghilang beriringan dengan turunya suhu politik disaat memasuki era reformasi. Ketidakjelasan eksistensi PRD dan kesadaran akan diperalatnya individu-kelompok punk juga mematikan keterlibatan komunitas punk dalam politik.

Infiltrasi yang dilakukan oleh kekuatan eksternal komunitas punk seperti PRD dan kelompok kepentingan lainnya sejatinya tidak berhasil menguasai keseluruhan komunitas punk Jakarta. Bertahannya beberapa individu dan kelompok di dalam komunitas punk Jakarta dari infiltrasi terutama didorong oleh kesadaran untuk lebih fokus membangun komunitas punk itu sendiri. Dengan kata lain, pergerakan internal punk yang hadir bersamaan dengan pergerakan politik eksternal dapat meredam pengaruh dan usaha kooptasi dari luar komunitas.

Salah satu nilai yang mempengaruhi komunitas Punk Jakarta untuk tidak terlibat dengan politik praktis adalah slogan “party political bullshit”. Bagi mereka, partai politik adalah pembohong yang menyimpan agenda tersembunyi.

Selain itu, nilai-nilai Do it Yourself (D.I.Y) sebagai bentuk resistensi dengan menciptakan produksi-produksi alternatif menjadi pilihan yang diambil oleh sebagian besar individu-kelompok di dalam komunitas ini. D.I.Y. merupakan metode yang menawarkan bagi mereka yang ingin menjalankannya, menciptakan produksi, dan menguasai alat produksi sendiri, terlepas dari dominasi penguasaan mode of production oleh institusi yang dominan. Nilai ekonomi-politik yang terkandung di dalam semangat D.I.Y ini menjadi landasan bagi proses perkembangan sejarah komunitas punk Jakarta selanjutnya.

Semangat D.I.Y ini begitu kuat tertanam. Peristiwa penting yang terjadi adalah keluarnya produk kaset karya komunitas punk Bandung yang dikenal dengan kompilasi “Bandung Burning” yang berisikan karya band-band punk komunitas Bandung. Pada tahun 1997, sebuah komunitas hardcore Jakarta yaitu Locos mengeluarkan album kompilasi “Walk Together Rock Together”. Album ini berisi karya band-band hardcore seperti Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge, Front Side, Youth Against Facism, Genocide, Secret Agent, Out of Step, dan Cryptical Death.

Selain produksi musik melalui medium kaset, Locos untuk pertama kalinya membuat zine yang berisikan biografi band-band di dalam kelompok tersebut. Produk atau karya-karya tersebut menginspirasikan komunitas punk Jakarta untuk merealisasikan semangat D.I.Y. Akhirnya, mereka membuat karya kompilasi yang dikenal dengan album “Still One Still Proud”, berisikan 13 band punk dari Jakarta seperti the Idiots, Ina Subs, Dead Germ, Total Destroy, MidHumans, SepticTank, Error Crew, Out Of Control, Kremlin, Overcast, Sexy Pigs, Dislike dan Cryptical Death. Karya monumental ini dikeluarkan oleh records label pertama di Jakarta yaitu Movement Records. Tidak berhenti pada produksi kaset, kelompok-kelompok yang berada di dalam komunitas Jakarta Punk mulai memproduksi zine dan menjalankan usaha sablon untuk memproduksi kaos, emblem, pin dan produk-produk lainnya. Memasuki tahun 1999-2001, hampir seluruh band di komunitas Punk Jakarta melakukan rekaman musik dan memproduksi karyanya sendiri. Perkembangan ini tanpa disadari telah menciptakan sebuah pasar alternatif di dalam masyarakat punk. Jaring-jaring distribusi penjualan karya-karya punk mulai terbentuk, tidak hanya di Jakarta. Jejaring ini terbentang dari Bandung, Jogja, Malang, Surabaya, bahkan Malaysia dan Singapura. Tidak terbayangkan bahwa komunitas Punk telah membangun jaringan pasarnya tanpa dapat terdeteksi oleh industri musik besar.

Hadirnya kompilasi “Still One Still Proud” juga menandai berakhirnya era gank-gank yang ada di Jakarta. Kelompok-kelompok di dalam komunitas ini mulai menyadari arti penting dari persatuan dan kebersamaan. Semangat sektarianisme yang mewakili kelompok-kelompok tongkrongan punk di Jakarta mengalami perubahan. Mereka menuju semangat persatuan di bawah satu cita-cita kebersamaan yaitu “Jakarta Punks” (bersambung)

sejarah komunitas punk

sejarah komunitas punk


Perkembangan baru komunitas punk ini berpuncak pada tahun 2001. Semangat kebersamaan dan persatuan yang di usung melalui slogan Jakarta Punks dimanifestasikan melalui acara Jakarta Bersatu volume 1, yang diadakan pada bulan Februari 2001. Jakarta Bersatu merupakan titik tolak penting bagi terbentuknya kekuatan basis ekonomi politik di komunitas Jakarta. Band-band yang bermain merupakan band-band yang setidaknya pernah menciptakan karya-karya di dalam rekaman kaset. Kriteria ini menjadi penting mengingat bahwa begitu banyak band yang muncul dan hilang begitu saja tanpa memberikan kontribusi karya-karyanya. Acara ini sebenarnya merupakan acara gabungan dengan genre musik hardcore dan skinhead dengan tujuan mempersatukan komunitas musik yang memiliki latar belakang sama.

Acara Jakarta Bersatu menandakan semakin solidnya komunitas Jakarta Punk. Karena proses pembentukan basis produksi ekonomi dan jaring-jaring distribusi telah berjalan membentuk mekanisme pasarnya tersendiri. Acara ini juga memperlihatkan resistensi melalui penolakan terhadap sponsor yang dianggap sebagai jerat kapitalis. Acara yang dihadiri 5000 hingga 7000 penonton ini menjadi bukti bahwa komunitas punk, hardcore dan skinhead dapat mengorganisir acara dengan kapasitas besar, acara yang sebelumnya hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan donasi sponsor institusi besar.

Mereka yang memasuki komunitas punk pada periode setelah masa transisi ini akan terbentuk kesadarannya untuk menolak major label yang berasal dari industri musik besar.

Punk Jakarta Menuju Komunitas Internasional (2001-2006)

Setelah mengalami proses transisi, Jakarta Punk berkembang menuju bentuk yang berbeda dari periode sebelumnya. Pada periode ini, komunitas punk di Jakarta mengalami intervensi dari kapitalisme melalui komodifikasi dan penyerapan simbol-simbol punk menjadi sesuatu yang diproduksi secara massal. Jika pada pergerakan punk periode kedua pihak industri budaya masih mengganggap punk tidak mempunyai nilai jual tinggi, sekarang mereka berpikir sebaliknya: punk di Indonesia (termasuk Jakarta) sudah menjadi sasaran komodifikasi industri (Iskandar Zulqarnain, 2004).

Band seperti Superman Is Dead (SID, dari Bali) menandatangi kontrak dengan perusahaan besar yaitu Sony Music Indonesia. Setelah kejatuhan Soeharto, arus globalisasi begitu deras merasuki komunitas punk Jakarta. Masuknya MTV melalui stasiun televisi lokal seperti ANTV dan Global TV memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan wacana mengenai punk. MTV juga bekerja sama dengan MRA company mendirikan majalah dan radio MTV Trax.

Selain kapitalisme, pengaruh internet juga sedikit banyak mempengaruhi proses interaksi dan sosialisasi komunitas punk di Jakarta. Generasi punk yang lahir pada periode ini tidak banyak mengalami interaksi dan sosialisasi antar sesama punk. Mereka mendapatkan informasi melalui internet dan media. Sebelumnya, generasi punk di Jakarta mengenal band-band punk melalui proses interaksi antar sesama. Sekarang, mereka yang menyatakan dirinya punk hanya mengambil acuan identitas melalui media seperti MTV. Seperti dicatat Iskandar Zulqarnain (2004), melalui MTV, band-band punk komersil Barat, seperti Blink 182 dan Sum 41, masuk membentuk wacana baru mengenai punk di Jakarta. MTV juga memberikan kesempatan bagi band-band punk yang menginginkan masuk televisi untuk dapat menayangkan video klipnya masing-masing. Band punk seperti SID dan Rockets Rockers menyatakan dengan jujur bahwa mereka ingin mendapatkan kesejahteraan lewat punk dengan sukarela melakukan sell-out menjual imej punk sebagai musik pembebasan demi uang (Iskandar Zulqarnain, 2004).

Di sisi lain, keberadaan internet toh memberikan energi positif bagi berkembangan komunitas punk di Jakarta. Melalui internet, hubungan direct contact dengan komunitas punk luar negeri maju pesat. Indonesia dan Jakarta mulai dikenal oleh komunitas punk dunia. Dengan sendirinya, komunitas punk Jakarta memasuki tataran interaksi yang semakin luas. Komunitas Jakarta Punk untuk pertama kalinya kedatangan kelompok band dari luar negeri, Wojcezh dari Jerman. Wojcezh bermain di acara street gigs di depan Pasar Festival Kuningan di Jakarta. Kehadiran Wojcezh di Jakarta merupakan hasil kerjasama teman-teman dari Malaysia-Singapura dengan orang-orang di komunitas Jakarta Punk.

Setelah Wojcezh, dari Jerman datang beberapa band dari luar negeri untuk bermain di Indonesia. Band seperti Battle of Disarm dan Power of Idea dari Jepang; Foco Protesta, Rambo dari Amerika; Phist Crist dari Australia; Topsiturfi dari Singapura, Second Combat band Hardcore dari Malaysia; Masseparation band Grindcore dari Malaysia, Young And Dangerous band Trashcore dari Malaysia, dan Cluster Bomb Unit band dari Jerman yang telah bermain di Jakarta sebanyak dua kali pada tahun 2005 dan 2006.

Kehadiran band-band luar negeri diatas tidak menggunakan bantuan dari sponsor perusahaan-perusahaan donor, seperti Djarum Super atau A Mild. Melalui kerjasama kolektif diantara kelompok-kelompok punk Jakarta, band-band luar negeri tersebut dapat bermain di Jakarta. Salah satu peristiwa penting adalah hadirnya band legendaris the Exploited yang telah eksis di komunitas punk Inggrissejak era 1980-an. Exploited hadir di Jakarta dalam tur Asia Tenggara. Di Indonesia, Exploited mengadakan konser di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Malang. Peristiwa lain yang menarik adalah konser yang diadakan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 2006 bertempat di Lapangan Bola Cirendeu. Konser berjalan baik tanpa sponsor yang mendukung acara tersebut.

Membaca Sejarah Komunitas Punk Jakarta

Keberadaan punk di Indonesia, khususnya di Jakarta, hadir melalui sebuah proses historis. Kenyataan ini jelas pertentangan dengan klaim yang melihat kehadiran punk di Indonesia a historis dan tanpa dasar yang kuat. Hasil terpenting dari rekonstruksi sejarah adalah ditemukannya periodisasi-periodisasi di dalam sejarah keberadaan punk di Jakarta. Setiap periode memiliki dinamika internal dan eksternalnya masing-masing. Di balik proses sejarah ini terdapat kontradiksi-kontradiksi internal di dalam perkembangan sejarah komunitas punk di kota Jakarta. Dengan kata lain, dari kenyataan historis ini, penulis berusaha untuk memahami sejarah komunitas punk secara kritis. Penulis setidaknya bisa mengidentifikasi tiga refleksi kritis terhadap komunitas Punk Jakarta sebagai sebuah gerakan counterculture:

Pertama, dari keempat periode sejarah terlihat bahwa punk sebagai gerakan perlawanan menemukan bentuk terbaiknya pada periode kedua. Namun, di sini pula terletak permasalahannya. Bila komunitas punk merupakan gerakan counterculture, maka konsistensi sikap politik komunitas punk Jakarta perlu dipertanyakan. Punk sebagai gerakan politik dapat dibaca lebih karena disebabkan oleh faktor infiltrasi gerakan PRD dan kondisi sosial-politik tahun 1997-1999 yang memungkinkan bukan hanya anak punk saja yang berpolitik atau berbicara politik, namun hampir semua orang di Jakarta dapat berbicara politik. Apalagi kondisi ini didorong oleh arus reformasi yang membuka kebebasan berbicara dan berekspresi. Kenyataan sikap politik yang lemah dari komunitas punk Jakarta didukung oleh menurunnya kerja-kerja ataupun pernyataan-pernyataan politik di dalam tindakan keseharian individu-individu didalamnya.

Periode berikutnya yaitu periode III mulai dari tahun 2001 sampai masa sekarang menunjukan secara perlahan bahwa komunitas punk Jakarta mengalami proses depolitisasi seiring dengan menurunnya aktifitas politik masyarakat pasca reformasi politik di tahun 1997-2000. Artinya, komunitas punk Jakarta mengalami stagnasi terhadap aktifitas politik riil. Dengan kata lain, komunitas punk Jakarta terjebak kedalam situasi dan kondisi a politis di dalam sikap dan tindakannya sebagai oposisi terhadap negara dan kapitalisme.

Kedua, perkembangan komunitas Punk Jakarta saat inp (saat tulisan ini dibuat) mengalami kondisi yang memprihatinkan. Banyak dari anggota komunitas punk Jakarta yang bekerjasama dengan institusi-institusi kapitalisme yang sebelumnya mereka klaim sebagai musuh mereka. Contoh peristiwa yang memicu kontroversi adalah masuknya Marjinal, sebuah band punk yang tergabung di dalam kelompok Taring Babi dari Jagakarsa-Depok, ke dalam liputan acara Urban Reality Show di RCTI. Selain itu Kelompok Taring Babi dan Marjinal juga terlibat sebagai figuran di dalam film Naga Bonar 2. Pada scene upacara bendara di film tersebut kita dapat melihat beberapa anak punk dari kelompok Taring Babi mengikuti upacara di film tersebut.

Hal ini menunjukan bahwa kesadaran kolektif komunitas punk Jakarta melemah. Selain itu, kenyataan ini menunjukan bahwa di dalam tubuh komunitas Punk Jakarta terdapat fragmentasi-fragmentasi di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Perlu ditekankan bahwa penulis menyadari bahwa komunitas tersebut sangat heterogen dan tidak berdiri secara monolitik.

Terakhir, punk secara ekonomi gagal dalam memberikan alternatif atau perlawanan ekonomi terhadap sistem kapitalisme. Bahkan kecendrungan mode of production yang dilakukan komunitas punk Jakarta memiliki benih-benih akumulasi modal di dalam kegiatan berproduksinya. Dengan kata lain, bila komunitas punk Jakarta tidak menyadari dan melakukan refleksi kritis terhadap aktifitas yang dilakukannya, maka tanpa disadari mode of production dari komunitas punk Jakarta yang selama ini dijalankan akan bergerak menuju hukum akumulasi kapital. Bila ini terjadi maka punk akan jatuh kedalam kematian tragisnya (Habis)

lirik lagu marjinal

Negri Negri - By: Marjinal

inilah negri kita
yang subur dan kaya raya
sawah ladang terhampar luas
samudera biru
tapi lihatlah negeri kita
yang tinggal hanyalah cerita
cerita dan cerita, terus cerita ..
pengangguran merebak luas
kemiskinan merajalela
pedagang kaki lima tergusur teraniaya
bocah-bocah kecil merintih
menghabiskan waktu di jalanan
buruh kerap dihadapi penderitaan
inilah negeri kita
alamnya kelam tiada berbintang
dari derita dan derita menderita…
sampai kapankah derita ini
yang kaya darah dan air mata
yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi


dinodai
dikangkangi
dikuasai
dijajah para penguasa rakus
dinodai
dikangkangi
dikuasai
dijajah para penguasa rakus


Luka Kita Aceh, Lhokseumawe
Artis “Marjinal”

Bencana Dari Negri Air Mata
Ratusan Ribu Jiwa Pergi Mendahului Kita
Para Luka Kobarkan Cinta Rasa Bersama
Para Luka Ciptakan Satu Pelita

Saudaraku Yang Pergi Tak Banyak Tinggalkan Nama
Saudaraku Yang Pergi Meninggalkan Lekukan Mata
Saudaraku Yang Pergi Membangunkan Seisi Dunia
Agar Mengerti Jalanya Makna Hidup Yang Ada

Reff
Tunjukkan Bahwa Kita Semua Bersaudara
Luka Mereka Luka Kita Semua
Tunjukkan Tunjukkan Oleh Kita
Derita Yang Ada Derita Kita Jua

Saudaraku Pergi Tinggalkan Bekas Untuk Kita
Lidah dan Air Mata Jadikan Tautan Permata
Besarnya Bencana Lebih Besarlah Hikmahnya
Wujudkan Oleh Kita Ada Yang Pergi Tersenyum Di Surga

Saudaraku Yang Pergi Tak Hanya Tinggal Kenangan
Saudaraku Yang Pergi Meninggalkan Berjuta Makna
Saudaraku Yang Pergi Membangunkan Seisi Dunia
Agar Mengerti Jalanya Makna Hidup Yang Ada


masberto

Sinisnya.. raut wajah
penuh warna kata kata
yg mengisyaratkan bahwa mereka itu durjana
tak asing di telinga
bahkan sudah membudaya
bahwasana mereka kriminal atau pendosa
tak bisa dapat kerja
pacaran di puas maki calon mertua
karna banyannya yg penuh gambar dan berwarna
apakah tato yg bertindak dan bekerja (no,no,no)
apakah tato yg membunuh dan megang senjata

Ketika buruk sangka yg dibangun oleh media melalui berbagai berita yg miskin kata
Alangkah menyedihkan bila berpikir adanya bahwa tato itu kejahatan Oyeah! (tidak)
Ternyata mereka orang orang merdeka yg mengexpresikannya arti berkarya
Apakah tato yg bertindak dan bekerja (oh no)
ataukah tato yg membunuh dan mengang senjata
Marberto.4x,masyarakat masyarakat bertato (yo have to know)
Masberto.4x,bukan masyarakat berdasi yg pake klepto (yo have to know)
Masberto.4x,kami senang jadi masyarakat bertato (yo have to know)
Masberto4x,yg penting hatinya kaga bertato
yg penting hatinya
kagak bertato
Oaeaea,Oooaeo
Oaeaea,Ooo masberto
Masyarakat bertato bukan kriminal.4x
masyarakat bertato bukan kriminal
masyarakat bertato
Budayo kito

punk anti israel

Posted by my rebel in Label:

punk anti israel



israel adalah negara yang tidak punya wilayah sehingga dia mengklaim wilayah palestina kami lawang street punk mengutuk serangan israel MINGGU — Dunia Arab bereaksi keras atas serangan Israel yang menewaskan lebih dari 200 jiwa dan mencederai 400-an orang di Jalur Gaza.
Di Mesir, Menteri Luar Negeri Ahmed Aboul Gheit menyatakan rasa belasungkawanya yang mendalam terhadap para korban. "Hari ini setiap orang berdiri di samping Palestina," katanya. Ia juga menyerukan dihentikannya serangan militer Israel.
Mesir juga menyatakan membuka perbatasannya dengan Gaza untuk menerima para korban terluka. Meski demikian, belum terlihat ada korban luka yang dilarikan melintasi perbatasan.
Para Menteri Luar Negeri dari sejumlah negara Arab dilaporkan akan berkumpul di Kairo pada hari Minggu ini, seperti dikatakan Ketua Liga Arab, Amr Moussa.
Menlu Aboul Gheit menolak tudingan sementara kalangan yang menyebutkan bahwa Mesir mengetahui dan bisa menerima operasi militer Israel di Gaza. Memang, dalam kunjungannya ke Mesir pada Kamis lalu Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni berkali-kali menyampaikan pernyataan bahwa Israel tidak akan lama menoleransi tindakan Hamas yang disebutnya lebih dari 80 kali menembakkan roket dan mortir ke arah Israel pada hari Senin lalu.
Namun, "Tidak benar kalau dikatakan Kairo memahami dan menerima serangan militer (Israel) itu," kata Aboul Gheit.
Menlu Mesir ini juga mengimbau agar kedua faksi Palestina yang selama ini mendominasi Tepi Barat, Hamas dan Fatah, untuk berekonsiliasi dengan menyambut baik perundingan yang dirancang Kairo.
Sementara itu, lebih dari 4.000 orang di Lebanon kemarin juga berunjuk rasa menuntut agar serangan militer Israel dihentikan. Mereka melakukan long march melintasi kamp pengungsi Palestina di selatan Mesir dan meneriakkan kecamannya pada Israel.
Mereka juga menuding Presiden Mesir Hosni Mubarak sebagai agen Amerika dan mendesak agar kelompok militan Hezbollah untuk menyerang balik Israel. Dalam siaran persnya, Hezbollah menyebut serangan Israel itu sebagai kejahatan perang dan genosida.
Kecaman keras juga datang dari Perdana Menteri Lebanon Fuad Saniora yang menyebut serangan Israel itu sebagai operasi kriminal.
Dalam siaran persnya, Kementerian Luar Negeri Libya mengajak seluruh dunia Arab bersatu untuk menggalang aksi yang solid melawan kebrutalan Israel di Gaza. Libya juga mengajak masyarakat internasional mendesak Israel agar menghentikan serangannya.
Arab Saudi yang telah merancang secara komprehensif perdamaian antara Israel dan dunia Arab juga mengecam keras serangan Israel itu. Menurut Presiden Palestina Mahmoud Abas yang kemarin bertemu Raja Abdullah, Arab Saudi sudah menjanjikan akan meminta Presiden Amerika Serikat George W Bush dan pemimpin lainnya untuk menekan Israel agar menghentikan operasinya.
Di Amman dan kota-kota lain di Yordania, gelombang unjuk rasa bermunculan untuk memprotes tindakan Israel menyerang Gaza. Raja Abdullah II juga mengecam keras serangan Israel yang menjadikan warga sipil, termasuk kaum perempuan dan anak-anak, sebagai sasarannya.

punk anti kemapanan

Punk, Anti Kemapanan Abiss


Ketika sistem dianggap membelenggu, mereka memilih merdeka. Komunitas punk pun lahir dan menjadi pilihan hidup. Ternyata mereka bukan sekedar tontonan aneh, namun layaknya manusia “normal” lain yang punya segudang aktivitas. Tampaknya kelompok Punk tidak hanya ada di kota-kota besar seperti Jakarta, di daerah seperti di Solo dan Jogja –yang terkenal warganya santun– juga dilanda kaum Pungker. Jangan heran, bila seorang kakek memakai blangkon kemudian mengandeng cucunya berambut warna-warni bak jengger ayam jago.


untung gustiantoro
Komunitas punk mudah dikenali, terutama dari potongan rambut ala suku Indian di Amerika Serikat, Mo hawk. Dengan hanya menyisakan rambut membelah tengah kepala yang ditata meninggi, kadang diwarnai merah atau hijau. Celana dekil ketat dan sepatu boot. Meski telah puluhan tahun ada, tidak ada satupun anggota komunitas punk yang bisa menjelaskan, kapan punk ada dan tumbuh di Indonesia. Seperti waktu Tabloid Kampus berbincang-bincang dengan beberapa anak-anak punk yang di jumpai di salah satu sudut kawasan pusat perbelanjaan Blok M, Jakarta Selatan.

“Pastinya kapan budaya punk masuk, ada, dan berkembang di Indonesia memang enggak ada yang tau pasti. Karena kita enggak pernah mikirin hal yang gituan. Buat anak-anak punk yang penting penegasan identitas diri bahwa kita adalah orang merdeka. Kita enggak pernah bisa hidup dalam sistem dan pengekangan. Selama kita dikekang, ditindas dan diperbudak oleh sistem, di situ juga punk akan hidup dan tumbuh,” tegas Ambon , salah seorang punk yang juga membuka jasa piercing (tattoo) di trotoar depan Blok M Plaza Jakarta Selatan.

Hal senada juga disampaikan punker—sebutan bagi komunitas punk-- lainnya. Kapan, siapa dan di mana punk pertama masuk di Indonesia tidak ada yang tahu persisnya. Yang mereka ingat hanyalah, ketika mereka jenuh dan bosan pada satu situasi, punk muncul sebagai alternatif pilihan hidup. Sejak itulah budaya dan komunitas punk dijalani. “Awalnya sekitar tahun 90-an gue kenal punk, saat gue merasa jenuh dan udah enggak cocok lagi dengan musik metal yang waktu itu menjadi tren. Terus gue kenal satu musik yang gue pikir lirik dan musiknya cocok sama jiwa gue. Terus gue cari tau lewat majalah-majalah luar. Setelah gue tau, enggak gue sadarin ternyata gue menjadikan punk sebagai budaya. Bahkan gue pikir punk itu tumbuh dan berkembang di banyak negara dan wilayah saat ketidakadilan dan ketertindasan seperti negara, hukum atau sistem yang mengekang. Intinya punk itu adalah pemberontakan terhadap segala bentuk pengekangan dan pembatasan dari manusia untuk beraktivitas,” papar Ari, punker yang penampilannya biasa-biasa saja.

Anti Kemapanan

Dalam menjalankan aktivitas kesehariannya, anak-anak punk memang berdiri di atas kemampuan dan keahliannya. Anak-anak punk tidak ingin bergantung pada sistem atau aturan yang di buat oleh institusi atau lembaga formal. Bahkan mereka tegas-tegas memberontak ketika ada sistem atau aturan terhadap dirinya. Dari sikap itu kemudian muncul anggapan punk adalah komunitas anti kemapanan. “Gampangnya gini aja deh, apa sih maksudnya mapan kalau orang yang bangga di sebut mapan tapi dia juga terkekang dalam satu aturan dari penguasa atau pemilik modal. Apakah bisa seseorang di bilang mapan kalau ternyata dia adalah seorang budak. Mungkin yang di maksud anti kemapanan itu. Sebab anak punk anti dan enggak pengen di perbudak,” tambah Ari yang sejak beberapa tahun ini membuka usaha penjualan asesoris, kaset dan cd anak-anak punk.

Dari sikap anti kemapanan itulah kemudian muncul sikap sinis dan curiga masyarakat terhadap anak-anak punk. Sebab gaya hidup dan kostum yang di kenakan anak-anak punk memang beda dan sangat mencolok. Seperti tattoo, piercing, dan rantai yang kerap di kenakan. Meski demikian, seiring perjalanan waktu dan zaman, kostum serta penampilan anak-anak punk ternyata juga di contoh dan dieksploitasi masyarakat umum bahkan di eksploitasi dan dijadikan komoditi yang banyak menangguk uang oleh kaum industri.

"Meski gaya dan ciri kita banyak di tiru. Tapi enggak sulit kok mengidentifikasi sesama punk. Sebab ikatan dan persaudaraan diantara kita enggak bakal hilang atau putus begitu aja," papar Ambon lagi.

Bahasa Inggris

Dari sikap dan gaya hidup anak-anak punk, jika dilihat sekilas memang akan memunculkan kesan negatif. Tapi, sebetulnya tidak lah demikian. Seperti saat ditanya mengenai anggapan masyarakat yang menuding kehidupan punk identik dengan dunia criminal atau free seks. "Dari sekian kegiatan itu memang mengarah bagaimana kita bisa menghasilkan sebuah karya untuk hidup mandiri. Sebab kita percaya kemandirianmu adalah perlawananmu. Enggak ada tuh istilah, kalau gue enggak kerja sama sistem gue bakal mati. Makanya kita lebih mandiri untuk diri kita. Misalkan belajar nyablon. Kalau itu bisa menghasilkan karya dan bisa menjadi ladang penghidupan, ya kita belajar sama-sama dan menikmati hasilnya juga sama-sama. Juga belajar bahasa Inggris. Kalau diantara kita ada yang bisa bahasa Inggris dan itu bisa menjadi usaha buat kita hidup. Kenapa enggak di lakukan dalam setiap aktivitas. Dan untuk itu semua enggak ada tuh istilahnya bayar," tambah Ari lagi.

Bahkan, tudingan yang mengatakan punk dekat dengan dunia kriminal dan narkoba juga tak terbukti. Mengenai bahaya narkoba tanpa di beri penyuluhan atau penerangan mereka lebih dulu tau dan sadar resiko jika menggunakan narkotika. "Kalau ada yang bilang kita kriminal, itu enggak bisa di general dong. Buktinya dalam acara musik atau komunitas lain juga banyak yang mabok. Tapi enggak pernah di sorot aja. Karena yang disorot itu kebanyakan kelas bawah aja. Gitu juga soal Narkoba enggak ada tuh yang pake sabu atau putau. Dari pada buat beli gituan mending buat makan atau yang lain. Kalaupun ada paling cuma minuman. Sebab kita sadar, kalau kita pake narkoba umur kita enggak bakal lama dan bikin rusak," ungkap Adit yang mempunyai komunitas punk di daerah Pamulang, Tanggerang, Banten.

Ekspresi perlawanan terhadap pengekangan dan sistem itu oleh anak-anak punk di ekspresikannya dalam banyak hal. Seperti seni tatoo, motif dan gambar dalam berbagai sablon bahkan dalam musik dan tarian. "Tarian itu sebenarnya ekspresi jiwa. Dan musik juga sebagai solidaritas kebebasan. Musik buat kami bukan sesuatu yang di komersilkan. Joget itu juga sikap solidaritas. Dan joget itu juga tergantung tergantung lirik dan lagunya yang di bawakan. Ketika manusia mengalunkan musik sedih gimana reaksinya dan gimana juga kalau mereka mengalunkan musik marah dan pemberontakan. Musik bisa membawa menjadi luapan emosi manusia," papar Ari lagi.
(tung/jes)


pengaruh punk untuk remaja

PENGARUH KOMUNITAS PUNK TERHADAP PERILAKU REMAJA INDONESIA



Diarsipkan di bawah: Tak Berkategori — ludy @ 00:42

Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan. Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.

Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.

Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.

Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:

1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.

Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.

Bangkai Northsouth PUNK: Sub- Kultur atau Kultur Perlawanan



Sejak ledakan besar dalam tahun 1976-1977 punk rock telah banyak menarik perhatian dari para budayawan / sarjana teoritis seperti Dick Hebdige, Stuart Hall, dan Griel Marcus. Para cendekiawan ini bagaimanapun kurang berhasil melihat dari sisi perkembangan musik underground ini sejak lahir pada akhir tahun '70an. Politik-politik dari punk, musik dan fesyen berkembang besar ketika tahun 1980an, sebagaimana produksi, distribusi dari rekaman punk dan literaturnya. Dari evolusi ini, maka sangat wajar untuk kembali menganalisa beberapa dari asumsi-asurnsi yang dibuat oleh para sarjana kebudayaan semasa jaman-jaman awal punk. Beberapa penyelidikan sebelumnya hanya berkonsentrasi pada era tahun 1977, sebagai contoh band-band seperti the Sex Pistols. Dalam jangka pendek beberapa tahun semua band ini melembutkan musiknya menjadi versi yang lebih mudah dinikmati dan lebih mudah dipasarkan (sebutan lain adalah “new wave") atau bahkan menghilang ke dalam ketidakjelasan. Bagaimanapun, punk belum mati, dan secara sederhana bergeser secara “bawah tanah” atau underground untuk melanjutkan perkembangannya. Awal 1980an, underground punk mulai bertransformasi menjadi “hardcore” punk. Musiknya menjadi lebih keras, cepat dan memulai proses pencampuran dengan musik heavy metal. The scene atau komunitas punk, menjadi underground dan menjadi lebih politis, baik secara reaktif (kritis melihat sesuatu yang terjadi), dan perhatiannya dalam sebuah kejujuran dalam style, gaya. Sebelumnya punk telah dikategorikan sebagai working class youth sub-culture atau cabang budaya dari kaum muda kelas menengah ke bawah, kaum pekerja, yang menyebar cepat ke Amerika dan berevolusi semasa jaman punk tahun 1980an untuk menampilkan karakteristik dari middle-class counter-culture atau kultur perlawanan/tandingan dari masyarakat kelas menengah.

Faktor dominan dari punk adalah sebuah subkultur berdasar dari simbolisasi dan bentuk-bentuk spektakuler dari perlawanan, resistensi. Punks menggunakan gaya (musik, fesyen, bahasa slang, dll.) sebagaimana Dick Hebdige menggambarkan seperti berikut : "Untuk menciptakan sesuatu dari apa yang diciptakan dan mereka - membumbui, menghias, parodi dan apapun yang memungkinkan membangkitkan posisi dari posisi yang lebih rendah yang bukan merupakan pilihan meraka." Bagaimanapun, sebagaimana punk makin bertambah berpindah underground dan berkembang, punk mulai menarik elemen-elemen yang vokal dari intelektual-intelektual yang kecewa, terutama dari kaum muda kelas menengah pinggiran (suburban middle-class youth). Ini membantu punk bertransformasi menjadi gerakan yang lebih berartikulasi dari protes-protes politik dan kritik seperti yang telah digambarkan oleh Stuart Hall tentang middle-class counter-culture untuk akhir 1960an dan awal 1970an.

Hall dan kolega-koleganya mencurahkan sebuah bagian dari hasil kerja mereka ke dalam sebuah “perang” sub-kultur kaum muda di Inggris ke pemeriksaan dari middle-class counter-culture seperti hippie dan yippie. Dengan inilah punk menjadi lebih dekat daripada dibandingkan dengan subkultur mod atau subkultur rocker. Penting untuk mengingat bahwa studi ini sudah lengkap sebelum punk bangkit dan definisinya mudah diaplikasikan dan bertahan tetap untuk ledakan yang saat itu sedang membara diatas permukaan kultur pop pada era tahun 1970an. Counter-culture menempatkan tekanan yang besar dalam simbolisasi secara politis dari bentuk-bentuk perlawanan, pada individu dan kolektif, dan penolakan terhadap nilai- nilai dibandingkan dengan kesetiaan terhadap suatu kelas atau tradisi.

Setelah ledakan punk pada tahun 77, punk menyebar dari Eropa ke Amerika dan akhirnya hampir semua daerah urban di dunia. Anak-anak muda mengambil alih musik, fesyen, dan gaya dari punk. Mengambil gambar atau image dari pemberontakan yang ditawarkan oleh industri musik secara serius, punks menumbangkan mereka, membuat mereka menjadi dasar atau basis dari sebuah subkultur underground yang timbul. Punk menjadi berbagai variasi musik dan arah penggayaan dengan setiap simbol-simbol politik dan nilai-nilai. Lingkungan pergaulan punk menjadi “payung” dan memayungi segala bentuk dari ekspresi pribadi atau self-expression. Terbentuk pada akhir 1970an, punk memiliki label rekaman sendiri, pers, fesyen, bahasa “prokem” atau slang dan jaringan distribusi yang ditempatkan secara underground, dengan jaringan-jaringan komunikasi dan transfer dari artefak budaya yang di desentralisasi a yang tidak terkait. Isolasi ini mungkin merupakan Catalan dari ketidak jelasan punk didalam studi-studi tentang sub-sub anak muda, youth subs, dan budaya perlawanan sejak tahun 1970an. Kemajuan dalam murah, dan keberadaan peralatan rekaman, tetah membuat elemen- teknologi seperti penerbitan desktop (desktop publication), perekam kaset mandiri (home cassette dubbing), foto kopi yang cepat dan murah, dan keberadaan peralatan rekaman, telah membuat elemen-elemen punk yang telah terpolitisir menjadi sebuah perindustrian rakyat, kaum underground. Pilihan seperti ini didorong oleh keinginan untuk tetap membuat punk aman dari tangan-tangan kapitalis yang mengeksploitasi melalui industri musik. Etika “do-lt-yourself” atau lebih dikenal dengan “d.i.y” tumbuh secara ekstensif pada tahun 1980an. Apapun yang d.i.y, betul-betul dipertimbangkan dan dekat dengan “true spirit” dan punk dimana menekan kontrak dengan major label atau label rekaman mayor adalah suatu bentuk pengambilalihan hukum terhadap punk, dan dianggap “sell-out” atau menjual diri dari gaya. Ketika ini membuat impresi dari bentuk sebuah budaya perlawanan underground yang swatantra, punk tetap tersebar. Punk secara luas telah mengalami perkawinan silang dengan underground metal. Dari awal punk telah meminjam fesyen dari para bikers, rockers, para pemberontak dari subkultur sebelumnya. Dan hasilnya punk telah menemukan gayanya sendiri, dan berintegrasi atau bersatu dengan industri fesyen, sebagaimana sesuatu yang penuh kejutan dan memalukan menjadi sangat chic di masa depan. Punk tidak terbentuk dari kevakuman tapi dihasilkan dari bentuk akhir ekspresi-ekspresi pemberontakan dan protes-protes sosial. Bagaimanapun, punk menyediakan tempat untuk berekspresi atas ketidakpuasan dari sebuah kaum muda yang tercabut hak pilihnya. Ketidakpuasan tidak hanya dengan budaya yang dominan, tetapi juga dengan mereka yang merasa sama seperti individu yang gagal membentuk diri dan memberontak.

Punk telah berkembang dari sebuah ekspresi, protes,melalui simbolisme dan kejutan dari nilai-nilai menuju kepada kritik terhadap politik yang terartikulasi dan penolakan dari budaya yang dominan. Hall berbicara tentang protes subkultural sebagai kesadaran kelas-kelas sosial, berkait dalam bentuk-bentuk ekspresi seperti vandalisme dan hooliganisme. Dimana dia mengatakan, "Bentuk budaya periawanan lebih kepada bentuk ideologi dan bentuk politis. Mereka membuat artikulasi dari lawan mereka terhadap nilai- nilai yang dominan dan juga Institusi - bahkan ketika ini tidak mengambil bentuk dari suatu respon yang jelas." Punk pada masa 1980an bercampur dengan politik, tidak hanya secara musik dan tertulis, tetapi mencakup ke dalam gaya hidup sehari-hari. Lirik-lirik politis dan komentar-komentar kritik sosial menjadi tema lirik yang berlaku dalam kebanyakan band-band punk. Band-band seperti Conflict, Grass, dan M.D.C. menyertakan rekaman-rekaman mereka dengan informasi-informasi tentang isu-isu politik, seperti misalnya tentang bahaya perang nukilr, intervensi pada Amerika Tengah, atau animal rights. Mengutip Tim Yohannon dari Maximum Rock N Roll pada tahun 1984, "Album rekaman sudah bukan album rekaman biasa lagi, mereka datang dengan sheet lirik dan banyak intonasi didalamnya, hal-hal politik, alamat, representasi dari penentangan, pemberontakan dari lingkungan."

Punk mulai menegaskan sebuah gaya hidup alternatif, tidak seperti grup-grup kultur pemberontakan sebelumnya. Sebuah kode etik menjadi berhubungan erat dengan punk yang benar-benar berlawanan dengan tekanan, eksploitasi, dan mengutamakan hak individu. Kepedulian akan bagaimana gaya hidup suatu individu memberikan contoh kepada “sistem” dan aktivitasnya. Kemudian banyak punks yang memilih gaya hidup alternatif seperti vegetarianisme, juga memboikot korporasi-korporasi atau perusahaan-perusahaan besar yang terpilih dan terseleksi karena suatu kasus. Ini menciptakan para kehadiran sementara dari pemondok-pemondok yang berasal dari golongan pinggir ljngkungan, bertempat tinggal di gedung-gedung yang tidak terpakai, dan mengorek sampah untuk sandang dan pangan.

Etos punk d.i.y. yang underground membuat kejujuran dari sebuah band sampai ke popularitas mereka diantara fans mereka yang die-hard. Transformasi punk ke hardcore di Amerika adalah sebuah bagian dari keinginan untuk mencapai kejujuran didalam bentuk perdagangan. Ian MacKaye dari band legandaris Washington D.C. - Amerika Serikat, Minor Threat, dan scene punk awal D.C. lebih suka disebut “hardcore” daripada “punk rock”. Ini disebabkan oleh keinginan untuk memisahkan underground punks yang tetap konsisten dari band-band yang sell-out yang telah menyatu menjadi new wave. Vic Bondi dari band Articles Of Faith mengatakan, "Untuk saya bukanlah suatu kebetulan hardcore Amerika lahir pada saat bersamaan dengan Amerika Serikat (dan negara- negara Eropa Barat) mengadopsi kelas pemaaf tanpa otak dan perang ekonomi antar negara. Ini merepresentasikan sebuah mood- swing terhadap demokrasi juga sesuatu sejak terdefinisikan menjadi post-modern, atau simulcra : sebuah keinginan untuk memperlakukan ilusi sebagai realita, untuk menerima suatu image melampaui hakekat, memperlakukan kehidupan yang sebenarnya seperti dalam TV atau film yang buruk. Era 80an adalah masa dimana segalanya menjadi sebuah media, dimana kesenian dari kesepakatan menjadi publisitas dan kesepakatan itu sendiri, dan berlagak presidensial adalah menjadi presidensial. Semua adaiah media dan media mampu dimanipulasi, jadi semua dapat dimanipulasi. Dan pada tengah-tengah rantai manipulasi ini, tercekik kemudian dan dicekik sekarang adalah rakyat. Mereka adalah obyek- obyek manipulasi, korban-korban dari media. Mereka membeli image tersebut, dan menjadi image tersebut. Orang-orang dengan kata lain, menjadi komoditas dalam era 80an, begitu banyak obyek yang tak tertuang, dipakai hingga bosan, dan menjadi barang-barang yang terbuang. Bagi saya tampaknya hardcore adalah suatu ekspresi dari suatu proses terhadap keadaan hal ini, state of affairs. Tidak politis secara partai, atau ideologi, atau dogma dari kompetisi kekuasaan yang terorganisir; tapi politikal secara perlawanan terhadap paksaan kekerasan. Menjadi “hardcore” tidak dapat dimanipulasi, dikomoditaskan atau diperdagangkan, tidak dapat menjadi umpan konsumerisme.

sumber:
http://merahdanhitam.blogspot.com/2002_09_22_archive.html#82194825