Rabu, 24 Maret 2010

punk sebuah fenomena sosial

Punk : Sebuah Fenomena Sosial?

Mungkin sudah banyak kawan kawan bloger yang sudah mempostingkan tentang keberadaan Punk itu sendiri. Disini saya akan kembali mengutarakan punk dalam sudut pandang saya.

Punk merupakan sebuah culture urban yang lahir dan berkembang di awal tahun 1960 - 1970 an. Dimana banyak musisi musisi jalanan yang muak terhadap industry music yang pada saat itu terkenal dengan era era Rock seperti The Beattles, Elvis Presley. Kemudian Punk berkembang antara tahun 1974 dan 1976 di Amerika, Inggris dan Australia. Band seperti Ramones yang lahir di New York sedangkan Sex Pistols dan The Clash di London. Yang terbentuk seperti sebuah barisan tentara dalam pergerakan music baru. Pada awal 1977, Punk menyebar ke seluruh dunia. Band punk yang cenderung menciptakan lirik lirik yang bertemakan social dan politik di negaranya masing masing maupun keadaan politik di dunia.

Secara ideologis, Punk cenderung menganut paham anarkis.
Dilihat dari etimologi, kata anarki adalah sebuah kata serapan dari anarchy (bahasa inggris) dan anarchie (Belanda/Jerman/), yang juga mengambil dari kata Yunani anarchos/anarchia. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/ archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan. Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Adapun statement yang melatarbelakanginya ialah “Semua pemerintahan tidaklah diinginkan dan tidak perlu, tidak ada pelayanan yang dapat disediakan pemerintahan yang tidak dapat disediakan oleh suatu komunitas secara swadaya. Kita tidak perlu disuruh - suruh melakukan sesuatu atau diberitahu bagaimana menghidupi hidup kita apalagi dibebani oleh pajak, aturan, regulasi - regulasi serta tuntutan - tuntutan akan hasil kerja kita” (Profane Existance (PE)#5,Agustus 1990 hal 38,Ayf). Hal tersebut bukan tanpa alasan di mana rakyat dicekoki dengan para pelacur politik yang menjual janji tanpa implementasi yang terbukti secara maksimal. Hal perlu ditekankan di sini ialah kecenderungan, jadi tidak semua Punkers menganut paham ini. Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself).

Punkers yang memiliki style tersendiri seperti pada umumnya rambut Mohawk ala India, celana dan jaket penuh emblem, yang menyimbolkan sebuah bentuk perlawanan terhadap pemerintahan yang glamour. Punk secara tidak langsung menciptakan sebuah trend fashion tersendiri atau lebih tepatnya trend fashion yang melawan trend fashion yang ada.
Music sejatinya adalah sebuah media penyampaian atau penghubung antara si musisi dengan audience. Punk sendiri sekarang memiliki sub sub yang music yang telah beranak pinang. Mungkin hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman dan karakter music itu sendiri.
Deretan kalimat yang terbentuk di atas adalah sebuah ringkasan sejarah Punk di dunia (umumnya).

Bagaimana Punk di Indonesia?
Indonesia sebagai negara besar menerima culture Punk, hal ini dilandasi dengan berkembangnya Punk di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Malang dan kota-kota lainnya di Pulau Jawa. Berbekal dengan konsep DIY (do it yourself). Banyak band Punker yang mendirikan label rekaman music sendiri untuk menaungi band band yang satu aliran / genre dan mendistribusikannya ke pasaran secara indiependent. Tidak hanya mendistribusikan music saja yang secara mandiri, punk juga mendistribusikan merchandise-merchandise mereka secara struggling. Punker menciptakan lahan pekerjaan tersendiri. Struggle 4 life.

Setelah saya mengamati scene-scene Punk khususnya di Bandung. Saya melihat pergerakan punk di Bandung mengalami pergerakan yang dinamis. Sekitar tahun 1990an dimana secara rutin para Punker mengadakan konser ataupun festival-festival music, keberadaan punk cukup menyedot perhatian / antusiasme pecinta punker itu sendiri. Ideologi DIY (do it yourself) adalah satu hal yang membuat saya interest terhadap punk. Mereka berjuang melalui music ataupun fanzine fanzine yang menyuarakan aspirasi yang merupakan perlawanan terhadap pemerintah. Masyarakat selalu memandang sebelah mata Punk, mereka menjudge punk hanya melihat dari style yang mencolok saja. Namun di balik semua itu punk memiliki sebuah kreatifitas tersendiri.

Tidak menutup kemungkinan bahwa punk dekat dengan alcohol, walaupun tidak semua punker adalah alkoholik.
Hal tersebut merupakan boomerang tersendiri terhadap Punk, Indonesia masih menganut faham keagamaan yang lekat dan ke-timur-an. Dimana norma norma masih diterapkan dalam sendi sendi sosial. Mungkin jika dalam sesama komunitas punk tidaklah terlalu masalah, tapi jika berinteraksi dengan komunitas lain, contohnya masyarakat? Bukankah manusia itu sendiri adalah mahkluk sosial?
Bukankah dalam interaksi sosial yang harmonis membutuhkan sebuah timbal balik yang kondusif? (Timbal balik disini bukan tertuju pada bentuk materiil).

Punk secara keseluruhan adalah bentuk sebuah perlawanan terhadap penindasan. Namun di satu sisi ada beberapa gelintir punker yang hanya berpenampilan punk dengan jiwa “premanisme”nya. Dengan serta merta mengaku punk dan menindas komunitas lainnya. Realita ini memang terjadi dan sangat saya sesalkan dari punk itu sendiri. Perihal ini mengimplementasikan, bagaimana jika anda disudutkan pada sebuah kondisi dimana anda menjadi victim tindak “premanisme” oknum Punk, mungkin kita akan menggeneralisasikan bahwa punk adalah komunitas “preman”. Bukankah tidak sejalan, di satu pihak punker lain menyuarakan perlawanan terhadap sebuah system yang menindas, tapi di satu pihak lainnya “oknum” punker lainnya menindas. Ironis memang, namun inilah fakta yang terjadi.

Memang setiap paham memiliki sudut positif dan negative tersendiri. At last but not least, penilaian tetap tergantung pada individu masing masing / kawan kawan bloger lain dalam menyikapinya.
Do It yourself.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar