Rabu, 24 Maret 2010



Mengenal Komunitas Punk Banjarbaru dari Dekat (1)
Menentang Fesyen, Menciptakan Fesyen
Dewi Setya Amalia, Banjarbaru

Sangar! Itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan penampilan anak-anak punk alias punkers. Bolehlah penampilan mereka ekstrim jika dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan. Pilihan berpakaian yang konon menggambarkan idealisme mereka pada aliran musik yang mereka yakini.

WAKTU itu masih belum terlalu malam, baru pukul 21.00 wita. Lapangan Murjani, Taman Air Mancur Banjarbaru dan Taman Van Der Vield masih ramai dengan pasangan muda-mudi juga keluarga-keluarga yang bersantai.

Seorang ayah dan putranya yang berusia 3 tahun dalam gandengannya berjalan melewati kami yang duduk lesehan di atas troatar Ahmad Yani di tepi Taman Van Der Vield. Sambil terus berjalan, baik ayah maupun anaknya tampak terpaku memandangi kami. Mencermati dandanan para punkers yang memang sangar. Mengenakan jaket lusuh penuh emblem, sepatu boots Doc Mart, celana panjang ketat, spike (gelang berjeruji, red) di tangan, kalung rantai, anting-anting di telinga dan alis, lengkap rambut tajamnya yang bergaya mohawk (baca-mohak) memang membuat punkers terkesan garang.

"Sudah biasa kok kami dipandangi seperti itu. Tapi kami sudah tidak peduli lagi," ujar Sinyo, salah seorang punkers yang lantas diamini oleh kawan-kawannya dalam komunitas punk Banjarbaru.

Mulanya, Sinyo mengaku kurang pede dengan penampilan barunya. Apalagi karena ibunya seperti tidak pernah bosan mempertanyakan gaya berpakaian yang menjadi pilihannya. Tapi, perasaan itu segera berganti ketika sudah berkumpul dengan teman-temannya dari komunitas punk. Menjadi percaya diri karena ada teman-teman yang selalu menyatakan bahwa penampilannya keren.

Punk, sebenarnya merupakan salah satu aliran musik dalam keseluruhan aliran musik underground yang beragam. Seperti juga aliran musik lainnya, musik punk punya komunitas sendiri yang kemudian mengkhaskan dirinya dengan penampilan punk.

Namun dibandingkan pengikut aliran underground lainnya, dandanan punkers mungkin yang paling ekstrim.

"Kami pun salut sama anak-anak punk yang berani ekstrim," kata Jevy, pecinta aliran deathcord underground yang melewati malam bersama kami.

Dibandingkan punkers, gaya berpakaian Jevy dan teman-teman ngebandnya sedikit lebih "rapi". Tubuh mereka hanya dibungkus kaos hitam, celana tiga perempat atau pun jeans belel. Tak ketinggalan rantai panjang yang bergelantungan di kanan pahanya. Lebih rapi memang, karena sekarang tak jarang kita menemui anak muda dengan penampilan yang sama berkeliaran di mana-mana. Walaupun belum tentu mereka ngeh dengan musik bawah tanah ini.

Kenyataannya memang demikian, gaya berpakaian mereka memang banyak ditiru saat ini. Bahkan baju kaos khas yang dikenakan biasanya bergambar sangar atau bertuliskan kata-kata berkarakter gothic dan bold itu sekarang banyak tiruannya. Aslinya, kaos undergound itu dibuat dalam edisi terbatas karena memang tidak diniatkan untuk industri. Tapi seperti nasibnya mirip dengan CD dan kaset yang merekam lagu underground, kaos inipun ikut-ikutan dibajak.

Kalau melihat sejarahnya, gaya berpakaian mereka sendiri merupakan ekspresi untuk menentang gaya berpakaian yang dipengaruhi kemapanan dunia fesyen. Tapi entah kenapa, gaya berpakaian yang menentang fesyen itu malah ditiru dan malah menjadi fesyen. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar