Minggu, 21 Maret 2010

sejarah punk

sejarah komunitas punk


Oleh Fathun Karib, alumni jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, bekerja di perusahaan penerbitan Dian Rakyat

Pengantar Redaksi: esai ini merupakan hasil olahan dan ringkasan dari sebuah skripsi tentang komunitas punk di Jakarta yang diselesaikan oleh penulis di jurusan Sosiologi Universitas Indonesia pada tahun 2007. Catatan kaki dan berbagai referensi rujukan untuk keperluan pemuatan online ini tidak dimasukan. Esai panjang ini dipisahkan dan dimuat dalam empat seri. Tulisan ini adalah bagian 3 dari 4 tulisan

Dinamika dalam Periode Kedua Punk Jakarta

Runtuhnya dominasi kelompok Young Offender mendorong terjadinya desentralisasi kekuatan di komunitas Jakarta Punk. Konfigurasi aktor-aktor di komunitas punk mengalami perubahan mendasar. Dari setiap penjuru Jakarta bermunculan kelompok-kelompok tongkrongan punk mulai dari Subnormal, Sid Gank di Jakarta Timur dan Utara; Slumber, Neo Epileptions dan Meruya Barmy Army di daerah Jakarta Selatan, Swlindle Revolution di daerah Ciputat, Miracle di Ciledug, PLN di daerah Blok M. Kelompok-kelompok tongkrongan ini pada gilirannya melahirkan begitu banyak live band seperti Army Style, RGB, 142 Chaos, Pinocio, Kremlin, Sunquist, Error Crew, Out of Control, Spatistik, Sexy Pigs, Kaos Khaki dan masih banyak lagi.

Setelah acara GOR Bulungan di tahun 1995 yang saya bahas sebelumnya, intensitas interaksi diantara sesama individual semakin besar. Ari Idiots sebagai salah satu saksi dan pelaku sejarah menggambarkan proses tersebut pada saya begini:

”datang (ke acara) berdua besok-besoknya lagi loe bakal datang ke acara berenam-berdelapan, emang nggak bisa dipungkiri, acara-acara punk pada 95 dan seterusnya itu sampai 96, itu memancing semua orang untuk membuat suatu jalinan pertemanan, akhirnya, gua yang misalnya seorang individual datang ke acara punk begitu, besok-besoknya gua pasti sudah nggak individual lagi, pasti gua nongkrong dimana-mana. Jadi ibaratnya disitu benar-benar terjalin sebuah tali pertemanan, semua orang bisa bikin acara-acara kolektif, pada saat itu, berdasarkan gank-gank aja, anak SS bikin acara, anak Slumber bikin acara, jadi berdasarkan tongkrongan-tongkrongan tersebut”

Hadirnya begitu banyak kelompok-tongkrongan ini dapat dilihat sebagai era lahirnya gank-gank di tengah komunitas punk. Salah satu faktor penting yang menyatukan individu-invidu di dalam kelompok-tongkrongan adalah faktor daerah. Individu-individu yang berasal dari daerah yang sama memiliki rute perjalanan pergi-pulang menuju tempat acara yang sama. Hal ini mendorong individu-individu tersebut saling kenal dan mempersatukan mereka. Namun, salah satu dampak negatif dari terbentuknya gank-gank atau kelompok-tongkrongan ini adalah sering terjadinya perkelahian. Perkelahian sering terjadi di setiap acara musik punk akibat adanya masalah-masalah interaksi dan kesalahpahaman yang memicu terjadinya konflik.

Seiring dengan bertambah banyaknya kelompok-tongkrongan di dalam komunitas punk Jakarta, media sosialisasi musik punk juga mengalami perubahan yang signifikan. Di akhir tahun 95/96, komunitas punk di Jakarta mulai mengenal medium musik melalui compact disc (CD). Duta Suara sebagai salah satu toko kaset klasik menyediakan CD-CD punk yang sebelumnya tidak ditemukan. Mereka yang tertarik mengkonsumsi CD biasanya berpatungan untuk mendapatkannya, dengan harga berkisar diantara 40-50 ribu.

Ada juga cara lain untuk mendapatkan produk-produk punk dari luar negeri, yaitu mail order. Mail Order ini bersifat tradisional dengan cara mengirim surat dengan berisikan uang pesanan yang dibungkus oleh kertas karbon. Melalui mail order dan katalog-katalog pemesanan dari record label musik punk luar negeri, komunitas punk Jakarta dapat menjangkau begitu banyak band punk yang tidak pernah terdengar di periode sebelumnya. Record label dan katalog-katalog tersebut merupakan sesuatu yang begitu eksklusif bagi komunitas punk.

Di dalam komunitas punk Jakarta tanpa disadari mulai terbentuk pembagian kerja, dimana terdapat individu-individu tertentu yang menjalankan proses mail order tersebut dan menjadi kolektor produk-produk band punk luar negeri. Keberadaan individu-individu ini memainkan peranan penting bagi perkembangan pengetahuan mengenai punk bagi komunitas punk Jakarta.

Melalui aktivitas mail order dan pencarian informasi mengenai punk luar negeri, pengetahuan mengenai dimensi politik dari musik punk pun terbentuk. Masuknya zine Profane Existence dari Amerika ke komunitas punk Jakarta memberikan pengetahuan mengenai pergerakan politik komunitas punk di luar negeri dengan ideologi anarkisme.

Setidaknya terdapat dua pengaruh penting setelah masuknya zine (majalah alternatif) ke tengah komunitas punk di Jakarta. Pertama, masuknya unsur-unsur politik ke dalam perkembangan sejarah komunitas punk Jakarta. Kedua, bertambahnya pengetahuan mengenai kebutuhan akan sebuah media komunikasi antar sesama punk di Jakarta. Media tersebut menjadi media informasi yang terlepas dari monopoli informasi institusi media kapitalistik, seperti majalah musik HAI. Komunitas punk Jakarta berusaha mempraktekkan kebutuhan baru di dalam komunikasi-informasi dengan membuat zine-zine punk.

Ari Idiots merupakan salah satu aktor yang tergerak untuk menciptakan media alternatif ini. Ia bercerita pada saya:

”era-era 97 itu ngedorong gua membuat sesuatu yang namanya zine, kalo gak salah gua juga dapat zine foto kopian yang namanya Sika Apara dari Finland, dari si Jamal awalnya pertama kali, ibaratnya zine yang bener-bener bentuknya kayak sampah yang potong tempel, kemana-mana, gila-gila-an, hitam dan pekat, kecil ukuran A5, itu ngedorong gua untuk wah keren juga nih bikin kayak gini, emang sebelumnya dari kontak-kontak-an, order-orderan itu juga gua ngejalanin…"

Selain masuknya informasi dan pengetahuan punk di luar negeri melalui mediated contact, pada saat yang bersamaan mulai terjalin hubungan direct contact dengan komunitas punk di luar negeri. Direct contact berjalan melalui hubungan interaksi surat-menyurat dengan cara tradisional menggunakan jasa kantor pos. Alamat-alamat band atau records label punk luar negeri di dapat melalui zine seperti Profane Existence tadi. Akhirnya, intensitas interaksi dengan punk luar negeri semakin bertambah dengan merebaknya internet di Indonesia.

Pada pertengahan tahun 1990-an aliran anarcho punk mulai masuk ke Indonesia. Band-band dari Skandinavia dibawah label Distortion Records dan label Amerika seperti Havoc Records memberikan warna dan dinamika baru di Jakarta. Musik hardcorepunk dan crusty mulai dimainkan oleh band-band anak punk di Jakarta. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa band-band membawakan lagu-lagu dengan lirik-lirik yang secara lebih eksplisit mengandung nilai-nilai ideologi anarkisme, seperti anti negara dan kapitalisme.

Lirik-lirik tersebut mulai dipahami oleh komunitas punk di Jakarta. Diantara mereka terjadi sebuah proses dimana diskusi mengenai politik dan ideologi-ideologi besar seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme, anarkisme dan yang lainnya semakin sering dilakukan. Akibatnya, orientasi komunitas punk bergeser, dari bentuk komunitas berdasarkan wilayah mengalami perubahan menjadi bentuk kolektif yang terfokus pada diskusi mengenai kondisi sosial-politik Indonesia. Kondisi sosial politik pra dan pasca reformasi 1998 juga memberikan pengaruh yang signifikan bagi berkembangnya wacana ideologi politik punk di Jakarta.

Masuknya Unsur Ekonomi-Politik Punk

Dinamika sejarah komunitas punk Jakarta tidak terlepas dari pengaruh kondisi struktural masyarakat Indonesia tempat mereka berada. Pengaruh kekuasaan ekonomi-politik di dalam perjalanan sejarah komunitas punk memberikan dampak bagi arah perubahan dan perkembangan komunitas ini. Ini dapat terlihat dari proses kooptasi, komodifikasi dan penyerapan kebudayaan oleh kapitalisme dengan perangkat institusinya seperti media.

Unsur-unsur politik memasuki komunitas punk di saat secara bersamaan perubahan internal dan perubahan eksternal bertemu dalam satu momen historis. Perubahan internal yang didorong oleh masuknya Profane Existence serta band-band aliran crust, hardcore punk dengan lirik-lirik politis mulai mengisi pengetahuan punk Jakarta. Ia juga bersinggungan dengan kondisi sosial politik di era akhir tahun 1997 menjelang masa kejatuhan Soeharto. Wacana anarkisme pun sebenarnya sudah hadir pada generasi pertama, misalnya melalui lagu ”Anarchy in the U.K.” oleh Sex Pistols. Namun adanya lagu-lagu dengan lirik-lirik politis di periode generasi pertama punk Jakarta belum dapat mendorong terbentuk kesadaran politik.

Selain masalah tongkrongan atau batas territorial, dalam studi antropologisnya Fransiska Titiwening (2001) juga membahas permasalahan masuknya dimensi politik di dalam kehidupan komunitas punk Jakarta. Kontestasi identitas punk antara punk politis vis-a-vis punk apolitis atau anarko punk vis-à-vis street punk merupakan bagian dari dinamika komunitas Jakarta punk pada periode 1995-2001. Menurut Fransiska Titiwening, anarko punk sebagai punk yang identik dengan pemikiran anarkis memiliki acuan batas identitas, dengan kriteria masuk dalam keanggotaan kelompok militan politik ketika itu Perhimpunan Rakyat Demokratik (PRD), ikut demo anti pemerintah, dan diskusi politik.

Sedangkan street punk adalah sebutan bagi punk yang sering nongkrong di pinggir jalan dan tempat keramaian. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, kadang berpindah tempat atau berkelana keluar kota.

Situasi politik yang memanas pada tahun 1998 membuat individu dalam komunitas punk merasakan relevansi di antara literatur politis punk dengan realitas politik Indonesia. Persentuhan punk dengan gerakan politik eksternal mulai terjadi disaat adanya individu-individu punk yang menjadi mahasiswa dan bergabung dengan gerakan mahasiswa di universitas tempat mereka belajar. Di luar kampus banyak individu atau kelompok tongkrongan punk yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok pergerakan masyarakat sipil seperti Pergerakan Kaum Miskin Kota, dan LSM-LSM lain yang bermunculan pada masa itu.

Pada saat yang bersamaan, kelompok politik kiri PRD melakukan rekrutmen politik kepada kelompok-kelompok punk di seluruh Indonesia. PRD dengan orientasi kader-kader politik anak muda melihat komunitas underground seperti komunitas metal, komunitas punk dan komunitas musik anak muda lainnya sebagai target rekrutmen. Teknik PRD ini memiliki kemiripan dengan British National Party atau National Front di Inggris yang menggunakan anak muda dan komunitas musik sebagai lahan pengkaderan partai politik.

Akhirnya, tanpa menyadari dirinya menjadi alat permainan politik, banyak individu atau kelompok punk yang menjadi underbow kelompok-kelompok politik. Pada periode-periode 1998-2001 banyak individu-kelompok punk ikut dalam demo-demo di jalan yang marak saat itu. Keterlibatan punk di tataran ini toh menghilang beriringan dengan turunya suhu politik disaat memasuki era reformasi. Ketidakjelasan eksistensi PRD dan kesadaran akan diperalatnya individu-kelompok punk juga mematikan keterlibatan komunitas punk dalam politik.

Infiltrasi yang dilakukan oleh kekuatan eksternal komunitas punk seperti PRD dan kelompok kepentingan lainnya sejatinya tidak berhasil menguasai keseluruhan komunitas punk Jakarta. Bertahannya beberapa individu dan kelompok di dalam komunitas punk Jakarta dari infiltrasi terutama didorong oleh kesadaran untuk lebih fokus membangun komunitas punk itu sendiri. Dengan kata lain, pergerakan internal punk yang hadir bersamaan dengan pergerakan politik eksternal dapat meredam pengaruh dan usaha kooptasi dari luar komunitas.

Salah satu nilai yang mempengaruhi komunitas Punk Jakarta untuk tidak terlibat dengan politik praktis adalah slogan “party political bullshit”. Bagi mereka, partai politik adalah pembohong yang menyimpan agenda tersembunyi.

Selain itu, nilai-nilai Do it Yourself (D.I.Y) sebagai bentuk resistensi dengan menciptakan produksi-produksi alternatif menjadi pilihan yang diambil oleh sebagian besar individu-kelompok di dalam komunitas ini. D.I.Y. merupakan metode yang menawarkan bagi mereka yang ingin menjalankannya, menciptakan produksi, dan menguasai alat produksi sendiri, terlepas dari dominasi penguasaan mode of production oleh institusi yang dominan. Nilai ekonomi-politik yang terkandung di dalam semangat D.I.Y ini menjadi landasan bagi proses perkembangan sejarah komunitas punk Jakarta selanjutnya.

Semangat D.I.Y ini begitu kuat tertanam. Peristiwa penting yang terjadi adalah keluarnya produk kaset karya komunitas punk Bandung yang dikenal dengan kompilasi “Bandung Burning” yang berisikan karya band-band punk komunitas Bandung. Pada tahun 1997, sebuah komunitas hardcore Jakarta yaitu Locos mengeluarkan album kompilasi “Walk Together Rock Together”. Album ini berisi karya band-band hardcore seperti Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge, Front Side, Youth Against Facism, Genocide, Secret Agent, Out of Step, dan Cryptical Death.

Selain produksi musik melalui medium kaset, Locos untuk pertama kalinya membuat zine yang berisikan biografi band-band di dalam kelompok tersebut. Produk atau karya-karya tersebut menginspirasikan komunitas punk Jakarta untuk merealisasikan semangat D.I.Y. Akhirnya, mereka membuat karya kompilasi yang dikenal dengan album “Still One Still Proud”, berisikan 13 band punk dari Jakarta seperti the Idiots, Ina Subs, Dead Germ, Total Destroy, MidHumans, SepticTank, Error Crew, Out Of Control, Kremlin, Overcast, Sexy Pigs, Dislike dan Cryptical Death. Karya monumental ini dikeluarkan oleh records label pertama di Jakarta yaitu Movement Records. Tidak berhenti pada produksi kaset, kelompok-kelompok yang berada di dalam komunitas Jakarta Punk mulai memproduksi zine dan menjalankan usaha sablon untuk memproduksi kaos, emblem, pin dan produk-produk lainnya. Memasuki tahun 1999-2001, hampir seluruh band di komunitas Punk Jakarta melakukan rekaman musik dan memproduksi karyanya sendiri. Perkembangan ini tanpa disadari telah menciptakan sebuah pasar alternatif di dalam masyarakat punk. Jaring-jaring distribusi penjualan karya-karya punk mulai terbentuk, tidak hanya di Jakarta. Jejaring ini terbentang dari Bandung, Jogja, Malang, Surabaya, bahkan Malaysia dan Singapura. Tidak terbayangkan bahwa komunitas Punk telah membangun jaringan pasarnya tanpa dapat terdeteksi oleh industri musik besar.

Hadirnya kompilasi “Still One Still Proud” juga menandai berakhirnya era gank-gank yang ada di Jakarta. Kelompok-kelompok di dalam komunitas ini mulai menyadari arti penting dari persatuan dan kebersamaan. Semangat sektarianisme yang mewakili kelompok-kelompok tongkrongan punk di Jakarta mengalami perubahan. Mereka menuju semangat persatuan di bawah satu cita-cita kebersamaan yaitu “Jakarta Punks” (bersambung)

1 komentar:

  1. "JADI ANAK HARUS PINTAR MILIH PERGAULAN"
    Itu kalimat yang sering kali dilontarkan orang tua saya. .
    Saya pernah ikut komunitas punk saat saya kelas 2 SMA. .
    Pandangan mereka tentang Punk Street itu SALAH BESAR!!
    Karena mereka cuma lihat dari satu sisi saja akhirnya yang mereka tau anak punk itu memiliki tabiat yang kurang baik, tapi saya maklumi kalau mereka beranggapan seperti itu karena mereka tidak pernah mendalami dan ikut masuk dalam komunitasnya. . Mereka tidak tau!!

    Dady, , momy, , open your eyes wide open!!!
    They are just victims of their parents and seek attention in that way in order that the parents can understand what they want!

    BalasHapus